JAKARTA, REQnews &ndash; Undang-undang di Indonesia beberapa merupakan turunan dari Belanda, khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata. Kendati demikian, juga terdapat beberapa penyesuaian yang dilakukan guna kepentingan pelaksanaan hukum di Indonesia.
&nbsp;
Dalam setiap perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh para pihak yang terlibat di dalamnya, wajib dibuat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan perjanjian tersebut berlaku bagaikan undang-undang bagi para pihak. Sehingga para pihak wajib melaksanakan perjanjian dimaksud dengan itikad yang baik, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
&nbsp;
Namun dalam KUHPerdata tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan itikad baik. Karena dalam praktiknya, definisi itikad baik pada setiap orang berbeda-beda, menurut seorang suatu tindakan merupakan itikad baik dan menurut pihak lainnya dalam perjanjian merupakan itikad yang tidak baik. Hal ini tentu menjadi polemik yang berpotensi terjadi dalam masyarakat.
&nbsp;
Sengketa hukum sudah ada sejak zaman dahulu dan salah satunya ialah Putusan Hoge Raad tanggal 10 Februari 1921 yang membahas mengenai persaingan antara manajemen perusahaan yang bertentangan dengan itikad baik dan Putusan Hoge Raad tanggal 13 Maret 1964 tentang pelaksanaan kontrak penjaminan (borgtocht).
&nbsp;
Dalam kedua Putusan Hoge Raad yang dilaksanakan di Belanda tersebut memberikan penerangan terhadap penerapan itikad baik dalam perjanjian. Menyadari bahwa manusia dalam melakukan suatu perikatan melalui perjanjian yang tertuang dan dibuat dalam bentuk tertulis, kerap tidak memuat semua unsur-unsur hak dan kewajiban para pihak secara rinci karena sudah dianggap oleh para pihak merupakan hal yang lazim dilakukan. Terhadap hal tersebut, hadirnya &lsquo;itikad baik&rsquo; menjadi komponen penting dalam perjanjian.
&nbsp;
Secara ringkas, putusan Hoge Raad tersebut menyatakan bahwa itikad baik dapat menambah isi atau kata-kata perjanjian, jika ada hak dan kewajiban yang timbul antara para pihak yang tidak secara tegas dinyatakan dalam perjanjian. Hal ini tentunya menjadi poin maupun komponen penting dalam perjanjian, sehingga apabila kalian merupakan pihak yang dirugikan dalam perjanjian karena tidak adanya pernyataan kewajiban pihak lawan, namun sudah sewajarnya menjadi kewajiban pihak dimaksud untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan, maka putusan Hoge Raad tersebut dapat menjadi landasan hukum wajib adanya itikad baik.
&nbsp;
Penulis: Leonardo Sanjaya
<div id="gtx-trans" style="position: absolute; left: 388px; top: 100.653px;">&nbsp;</div>

Putusan Hoge Raad Ini Bisa Jadi Acuan Dalam Perjanjian Kalian

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi